tag:blogger.com,1999:blog-86112962641303273542024-03-09T00:08:05.622+07:00Kajian Sejarah & Nasabkajian sejarah & nasab baik mengenai pelaku sejarah, asalnya, keturunannya serta kiprahnya dalam masyarakat berbentuk artikel, reportasi, karya ilmiah dan cuplikan berita serta pengaruh yang ditingkalkannya dalam bidang hukum, agama, ekonomi, sosial politik serta kebudayaan di kepulauan Nusantara dan Asia.Kyai Sendanghttp://www.blogger.com/profile/09907886331379127905noreply@blogger.comBlogger8125tag:blogger.com,1999:blog-8611296264130327354.post-18553912126583384762012-03-18T23:49:00.009+07:002012-03-25T00:48:56.105+07:00PAHLAWAN FATAHILLAH ( TUBAGUS PASAI ) BAPAK PENDIRI IBUKOTA J A K A R T A<div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">PENDAHULUAN</span><br style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;" /><br style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;" /><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Setiap tanggal 22 Juni selalu diperingati sebagai hari jadinya kota Jakarta, baik oleh masyarakat maupun oleh pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, namun tidak banyak yang mengetahui mengapa tanggal 22 Juni, diawali dengan adanya peristiwa apa dibalik penetapan tanggal 22 Juni dan siapa tokoh di balik itu semua. </span><br style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;" /><br style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;" /><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"> Penetapan tanggal 22 Juni sebagai hari jadi kota Jakarta diawali dengan keberhasilan pasukan gabungan dari kesultanan Demak, kesultanan Cirebon dan Banten di bawah pimpinan Sayyid Fadhillah Khan/Falatehan/Fatahillah/Wong Agung Pasai/Tubagus Pasai dalam mengusir pasukan Purtugis dari kota pelabuhan Sunda Kelapa, peristiwa itu terjadi pada tanggal 22 Juni 1527. </span><br style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;" /><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Peristiwa itulah yang kemudian di tetapkan sebagai hari lahirnya kota Jakarta, jadi pada tahun 2012 diperingati sebagai HUT kota Jakarta yang ke 485, angka tersebut dihitung sejak peristiwa penaklukan pada tahun 1527 tersebut.</span><br style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;" /><br style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;" /><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Fatahillah sebagai pimpinan pasukan gabungan ketiga Kerajaan Islam tersebut, kemudian dianggab sebagai Founding Father (Bapak Pendiri) kota Jakarta, karena dialah yang menjadi Penguasa pertama sejak peristiwa penaklukan itu dan mengubah namanya dari Sunda Kelapa menjadi Jayakarta ( kota Kemenangan ) kemudian berubah lafal menjadi Jakarta. Nama Fatahillah sendiri diabadikan sebagai nama salah satu museum yang ada di ibu kota Jakarta.</span><br style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;" /><br style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;" /><br style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;" /><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">NASABNYA</span><br style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;" /><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"> </span><br style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;" /><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Sejarah tidak banyak mengungkap siapa tokoh Fatahillah ini, kecuali hanya sebagai Senapati dari Kerajaan Demak Bintoro yang ditunjuk oleh Sunan Gunung Jati ( Sultan Cirebon ) sebagai pemimpin tertinggi gabungan pasukan tiga kerajaan/kesultanan yakni kesultanan Demak, Cirebon dan Banten dalam penaklukan Sunda Kelapa dari tangan penjajah Portugis. Sementara itu dari mana asalnya, kapan dilahirkan, bagaimana nasabnya dan perjalanan hidupnya, hampir tidak terungkap dalam sejarah. Oleh karena itu tulisan ini diharapkan dapat mengungkap lebih dalam tentang siapa sebenarnya tokoh Fatahillah Sang Pahlawan Pendiri ibukota Jakarta ini. </span><br style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;" /><br style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;" /><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Dalam disertasi yang disusun oleh Abu Bakar al-Mascati yang berjudul “Ketika Pasai menaklukkan Majapahit” dikatakan bahwa Fatahillah dilahirkan di Pasai pada tahun 1471, beliau terlahir dengan nama Maulana Fadhillah. Gelar Maulana diperoleh karena ia masih keturunan Nabi Muhammad, SAW ( dari golongan Sayyid atau Syarif atau Habib ). Menurut Saleh Dana Sasmita sesorang sejarawan Sunda yang menulis sejarah Pajajaran dalam bab Surawisesa beliau adalah Putra Mahdar Ibrahim bin Abdul Ghofur bin Zainul Alam Barokat bin Jamaludin Husein al-Akbar yang lebih dikenal dengan nama gelarnya yakni Shekh Maulana Jumadil Kubro. Tulisan sejarawan Saleh Dana Sasmita ini bersesuaian dengan Kitab Sejarah Melalu “Sulalatus Salatin” karya Tun Sri Lanang, bersesuaian pula dengan catatan para keturunan Shekh Jumadil Kubro baik yang di Malaysia, Cirebon, Banten dan Palembang yang mana catatan-catatan tersebut juga telah diakui oleh Robitoh Fatimiyyah/Nakobah Azmatkhan, sehingga tidak perlu diragukan lagi keabsahannya.</span><br style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;" /><br style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;" /><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Berdasarkan catatan-catatan tersebut di atas, maka Fatahillah termasuk keturunan Nabi Muhammad ke 23 dengan urutan sebagai berikut :</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><br style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;" /><i style="color: blue;"><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Fadhillah / Fatahillah ibn Mahdar Ibrahim Patakan ibn Abdul Ghafur ibn Barokat Zainul Alam ibn Jamaludin Husein ibn Ahmad Syah Jalaludin ibn Abdullah Azmatkhan ibn Abdul Malik Azmatkhan ibn Alwi ( Ammu Faqih ) ibn Muhammad (Shahib Marbath ) ibn Ali Qoli’u Qosam ibn Alawi Tsani ibn Muhammad ibn Alawi Awal ibn Ubaidillah/Abdullah ibn Ahmad ( Muhajir ilalloh ) ibn Isa Ar-Rummi ibn Muhammad Anakib ibn Ali ‘Uraidi ibn Ja’far Sidiq ibn Muhammad Baqir ibn Ali Zainal Abidin ibn Husein ibn Ali Murtadlo / Fatimah Az-Zahro binti Muhammad SAW.</span></i><br style="color: blue; font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;" /><a name='more'></a><br style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;" /><br style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;" /><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">PERJALANAN HIDUPNYA</span><br style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;" /><br style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;" /><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Terlahir di lingkungan kesultanan Pasai dengan nama Fadhillah atau Maulana Fadhillah dari ibu Syarifah Siti Musalimah binti Maulana Ishak dan Ayah Mahdar Ibrahim Patakan bin Abdul Ghofur, Mufti kesultanan Pasai yang terkenal sangat alim dan menguasai ilmu-ilmu agama antara lain, ilmu alat ( nahwu, shorof dan balaghoh ), Fiqih, Usul Fiqih, Tafsir, Hadits dan juga Tasawuf, sehingga Mahdar Ibrahim juga diberi gelar Sayyid Kamil.</span><br style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;" /><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Mahdar Ibrahim juga dikenal sebagai penerjemah kitam “Daroil Mazlum” karya Muhammad Ishak, ulama Mekah, penerjemahan ini atas permintaan Sultan Mahmud Syah dari kesultanan Malaka.</span><br style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;" /><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Sebagai anak yang terlahir di lingkungan kesultanan Pasai, Fadhillah memperoleh pendidikan kemiliteran terutama kemiliteran laut, hal ini sesuai dengan kedudukan Kesultanan Pasai yang terletak di Selat Malaka yang merupakan jalur strategis yang menghubungkan dua pusat perdagangan yakni China dan India.</span><br style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;" /><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Namun demikian, sebagai anak dari ulama besar Fadhillah juga memperoleh pendidikan ilmu-ilmu agama yang mumpuni sehingga dari kedua jenis ilmu ini ( kemiliteran dan agama ) kelak menempatkannya dalam kedudukan yang terhormat. Bekal ilmu kemiliteran menempatkan dirinya sebagai panglima tertinggi pasukan gabungan tiga kerajaan, sedangkan bekal ilmu agama mendudukkannya sebagai anggota Walisongo generasi ke IV bersama-sama dengan Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Gunung Jati, Raden Fatah, Sunan Kudus, Sunan Bonang, Sunan Drajad dan Sunan Kalojogo (lihat buku Haul Sunan Ampel ke 555, tulisan KH. Muhammad Dahlan, terbitan Yayasan Makam Sunan Ampel 1979 ).</span><br style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;" /><br style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;" /><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Pada usia 24 tahun tepatnya pada tahun 1495, pemuda Fadhillah meninggalkan kampung halamannya untuk merantau menambah pengalaman, dan tempat yang dipilih adalah kesultanan Malaka yang pada saat itu yang berkuasa adalah Sultan Mahmud Syah yang nota bene adalah sahabat ayahnya ( Mahdar Ibrahim ) sehingga Fadhilah langsung mendapat kedudukan sebagai Tumenggung. Konon dalam perjalanan pelayarannya melalui selat malaka ia sempat membuat decak kagum Laksamana Hang Tuah ( pemimpin tertinggi Angkatan Laut ) kesultanan Malaka, karena atas laporan anak buahnya ketiga menyaksikan kepiawaian pemuda Fadhillah dalam menghalau para bajak laut selat Malaka yang waktu itu memang banyak dan kebanyakan adalah pelaut-pelaut dari China. Oleh karena itu ketika Laksamana Hang Tuah lengser, kedudukan sebagai Laksamana dipercayakan kepadanya dengan gelar “Laksamana Khoja Hasan"</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Kepiawaian Fadhillah sungguh tidak mengecewakan, ia mampu menjadi pengganti Laksamana Hang Tuah, meskipun namanya tidak sepopuler pendahulunya itu, namun sebagai Pangti AL ia mampu mengamankan selat Malaka, sehingga perniagaan melalui jalur ini aman dan tentu saja hal demikian sangat menguntungkan kerajaan.<br />
Fadhillah mengabdi selama 15 tahun tepatnya pada tahun 1510 ia berhenti dan kembali ke Pasai. Terdapat beberapa versi mengenai lengsernya Laksamana Khoja hasan ini, satu<br />
Versi mengatakan bahwa ia dipecat lantaran fitnahan dari orang Tamil Muslim sehingga terbunuhlah 4 orang pejabat kerajaan yaitu :<br />
1. Tun Mutahir<br />
2. Tun Hasan<br />
3. Tun Ali<br />
4. Seri Nara Diraja</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br />
Dalam peristiwa ini Laksamana Khoja Hasan dipersalahkan karena lalai sehingga ada pejabat kerajaan yang terbunuh, kemudian ia dipecat dan diperintahkan meninggalkan Malaka. Dalam versi lain dia mengundurkan diri karena merasa cukup pengalaman dalam bidang kemiliteran dan bermaksud kembali ke Pasai untuk memperdalam lagi ilmu dibidang keagamaan. Setelah Laksamana Khoja Hasan mengundurkan diri, jabatan Laksamana dijabat oleh Hang Nadim ( yang juga menantu Hang Tuah ).<br />
<br />
Singkat cerita setelah 1 tahun mengundurkan diri yakni pada tahun 1511 Malaka diserang dan berhasil diduduki oleh Portugis, Sultan Mahmud Syah terpaksa mengungsi ke pulau Bintan. Dari pengungsiannya ini beliau meminta bantuan, karena untuk meminta bantuan ke Turki ( Pusat Islam ) terlalu jauh, maka pilihan jatuh ke Demak. Atas permintaan ini armada Demak Bintoro dengan dipimpin oleh Sultannya sendiri yakni Pati Unus pada tahun 1512/1513 menyerang Portugis di Malaka, tapi karena kurang persiapan maka kehabisan perbekalan sehingga pasukan ditarik mundur kembali ke Demak. Konon dalam penyerangan oleh armada Demak ini Fadhillah turut bergabung, tapi ketika armada Demak mundur Fadhillah tidak ikut ke Demak melainkan kembali ke Pasai. Di Pasai kegagalan serangan Demak ramai dibicarakan oleh para pejabat kesultanan maupun para ulama dan tokoh-tokoh masyarakat. Menurut analisa mereka kegagalan serangan Demak bukan semata-mata kurangnya perbekalan saja, tetapi juga kalah dalam teknologi persenjataan (ketika itu pasukan Demak belum memiliki meriam) serta belum memahami betul strategi perang menghadapi bangsa Eropa.<br />
Berdasarkan saran para ulama, tokoh masyarakat serta para pejabat kerajaan yang takut serangan Portugis berlanjut ke Pasai maka berangkatlah Fadhillah merantau guna mempelajari teknologi pembuatan senjata api (meriam) dan strategi perang menghadapi bangsa Eropa yang lebih maju. Pilihan pertama yang dituju adalah negeri leluhurnya yakni daerah Nasrabat, India ( tempat asal Maulana Jamaludin Husein/Shekh Jumadil Kubro). Di Nasrabat setelah ia bertemu sanak kerabatnya dianjurkan menggunakan marga keluarganya yaitu Azmatkhan, sehingga namanya menjadi Fadhillah Azmatkhan, namun entah kenapa ia lebih populer dengan nama Fadhillah Khan saja yang orang Portugis melafalkannya menjadi Falatehan. Setelah selesai nmempelajari teknik pembuatan senjata api dan meriam, Fadhillah Khan melanjutkan perjalanan ke Turki guna mempelajari strategi perang melawan bangsa Eropa.<br />
Konon kabarnya ketika di Turki Fadhilah Khan berhasil menjadi salah seorang perwira dan turut membantu Sultan Muhammad II (al-Fatih ) menaklukkan dan merebut Bisantium/Konstantinopel dari kekaisaran Romawi Timur yang kemudian dirubah namanya menjadi kota Istambul. Berita ini begitu melegenda di kalangan masyarakat Sumatra dan Malaysia, namun menurut Pengamatan penulis ini hanyalah mitos, karena penaklukkan Konstantinopel terjadi pada tahun 1453 ( ketika itu Fadhillah belum dilahirkan karena Fadhillah lahir tahun 1471 di Pasai ) sedangkan Fadhillah Khan berangkat ke Turki dari Nasrabat, India, sekitar tahun 1513 / 1514. Pada saat itu yang berkuasa di Turki adalah Salim I ( berkuasa tahun 1512 – 1520 sebelum digantikan oleh Sulaiman I yang berkuasa tahun 1520 – 1566 ). <br />
<br />
Pada tahun 1519 ketika Fadhillah bermaksud kembali ke Pasai, ternyata kapalnya tidak dapat memasuki selat Malaka karena sudah dikuasai Portugis yang pada tahun 1513 juga telah menguasai Pasai ( pada tahun 1525 wilayah Pasai berhasil direbut dari ribu Portugis oleh Kesultanan Aceh Darussalam dan dijadikan wilayahnya ). Karena tidak dapat masuk ke selat Malaka maka Fadhillah membelokkan kapalnya menuju Palembang kemudian diteruskan ke Cirebon guna menjumpai kerabatnya/pamannya yang menjadi penguasa Cirebon, yaitu Sunan Gunung Jati ( Sunan Gunung Jati putra Syarif Abdullah ibn Ali Nurul Alam / Maulana Israil. Ali Nurul Alam atau Kakek Sunan Gunung Jati ini adalah saudara kandung dari Zainul Alam Barokat kakek buyut dari Fadhillah Khan). Mengingat pada waktu itu kesultanan Demak Bintoro bermaksud mengadakan serangan kedua ke Malaka, maka oleh Sunan Gunung Jati, Fadhilah Khan diajak menghadap ke Demak menemui Sultan Pati Unus ( Pati Unus menggantikan Raden Fatah yang meninggal pada tahun 1518 M ). <br />
Kehadiran Fadhillah yang datang dari Turki dengan membawa teknologi perang yang baru tentu saja membesarkan hati pihak kerajaan Demak, oleh karena itu Fadhillah Khan langsung diangkat sebagai wakil pimpinan pasukan tertinggi, sedangkan pimpinan pasukan tertinggi dijabat oleh Pati Unus dengan gelar Senapati Sarjawala. <br />
Serangan kali ini boleh dibilang besar-besaran, karena selain dipimpin oleh Sultan Demak sendiri penyerangan ini menggunakan sekitar 400 kapal dan membawa lebih dari 10 prajurit gabungan 3 kerajaan, sehingga sempat membuat Portugis was-was, tetapi sial, perang baru berlangsung tiga hari ada peluru nyasar menghantam Kapal yang berakibat gugurnya Pati Unus, maka untuk menghindari kehancuran total Fadhillah Khan segera mengambil alih pimpinan pasukan dan menarik mundur sambil menyelamatkan jenasah Pati Unus untuk dibawa kembali ke Jawa.<br />
<br />
Kegagalan penyerangan besar-besaran ini membuat petinggi tiga kesultanan dan para Wali berhitung, jika harus mengulangi serangan ke Malaka tentu membutuhkan biaya besar serta persiapan yang lama, maka atas saran Sunan Gunung Jati strategi dirubah, kali ini bukan menyerang ke Malaka tapi dengan memancing Portugis keluar dari Malaka. Untuk itu perlu membatasi ruang gerak sekutu Portugis di Jawa, yaitu kerajaan Pajajaran. Secara kebetulan pula pada ketika itu kerajaan Pajajaran telah mengundang Portugis untuk membuat Benteng di Sunda Kelapa yang merupakan satu-satunya pelabuhan milik kerajaan Pajajaran yang tersisa setelah Cirebon dan Banten menjadi kerajaan Islam.<br />
Kehadiran Armada Portugis ini telah ditungu-tunggu oleh pasukan gabungan di bawah pimpinan Fadhillah Khan. Dengan bekal teknologi persenjataan dari negeri leluhurnya ( Nasrabat India ) dan ilmu strategi menghadapi Eropa yang dipelajarinya dari Turki, maka Armada Portugis berhasil diluluhlantakkan pada tanggal 22 Juni 1527 M. <br />
Pasca keberhasilan menghancurkan Portugis di Sunda Kelapa, Fadhillah Khan beroleh Gelar baru Yakni Fatahillah yang artinya kemenangan dari Alloh, sedangkan tanggal 22 Juni ditetapkan sebagai hari jadi ibukota Jakarta.<br />
<br />
Pada tahun 1568, Sunan Gunung Jati wafat, sedangkan cucu beliau yang direncanakan untuk mengganti kedudukannya ( Pangeran Adipati Cirebon ) justru telah meninggal lebih dahulu, oleh karena itu, Fatahillah diangkat menjadi Sultan Cirebon dan masyarakat Cirebon sering menyebutnya sebagai Sunan Gunung Jati II. Mungkin karena itulah orang sering keliru dan beranggapan bahwa Fatahillah dan Sunan Gunung Jati adalah orang yang sama, padahal mereka jelas berbeda.<br />
<br />
Perbedaan keduanya adalah :<br />
<table border="1"><tbody>
<tr> <td style="color: purple;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">SUNAN GUNUNG JATI</span></span></td> <td style="color: purple;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">SUNAN GUNUNG JATI II</span></span></td> </tr>
<tr> <td style="color: purple;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Terlahir dengan nama Syarif Hidayatullah</span></span></td> <td style="color: purple;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Terlahir dengan nama Maulana Fadhillah</span></span></td> </tr>
<tr> <td style="color: purple;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Lahir di Mesir/Champa tahun 1448 </span></span></td> <td style="color: purple;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Lahir di Pasai tahun 1471</span></span></td> </tr>
<tr> <td style="color: purple;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Putra Syarif Abdullah/sultan Mesir/Champa </span></span></td> <td style="color: purple;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"> Putra Mahdar Ibrahim ( Mufti kesultanan Pasai )</span></span></td> </tr>
<tr> <td style="color: purple;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Anggota majelis Walisongo generasi ke 3, 4 dan 5</span></span></td> <td style="color: purple;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Anggota majelis Walisongo generasi 4, 5 dan 6</span></span></td> </tr>
<tr> <td style="color: purple;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Berusia 120 tahun </span></span></td> <td style="color: purple;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"> Berusia 99 tahun</span></span></td> </tr>
<tr> <td style="color: purple;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Bergelar Kanjeng Sunan Jati Purbo Panetep Panotogomo Auliya Alloh Kutubid Jaman Khalifatur Rosululloh, SAW </span></span></td> <td style="color: purple;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Bergelar Laksamana Khoja Hasan/Fatahillah/Tubagus Pasai/Wong Agung Pasai/Sunan Gunung Jati II</span></span></td> </tr>
</tbody></table></span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"></span></span><br />
<br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Fatahillah menjadi Sultan Cirebon hanya selama dua tahun saja, karena pada tahun 1670, beliau sendiri dipanggil Sang Kholiq untuk menyusul pendahulunya, kekasihnya, pamannya, gurunya, mertuanya, yakni Sunan Gunung Jati.</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br />
KETURUNAN FATAHILLAH<br />
<br />
Sepanjang hidupnya Fatahillah mengalami tiga kali pernikahan dan dari ketiga pernikahan itu memperoleh putra-putri, sebagai berikut ;</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br />
1. Dari Pernikahan <span style="color: blue;">Fatahillah</span> (waktu itu masih bergelar Laksamana Khoja Hasan ) dengan <span style="color: blue;">Tun Sirah</span> binti <span style="color: blue;">Hang Tuah</span> melahirkan putra <span style="color: blue;">Maulana Abdullah</span>, namun hingga saat ini belum jelas berada di mana keturunan <span style="background-color: white; color: blue;">Maulana Abdullah</span> ini yang tersebar di Malaysia, Medan/Sumut dan kepulauan Riau.</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br />
2. Dari pernikahan <span style="background-color: white; color: purple;">Fatahillah</span> dengan <span style="color: purple;">Ratu Winahon</span> binti <span style="color: purple;">Sunan Gunung Jati</span> melahirkan putra-putri ; </span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br />
- <span style="color: purple;">Ratu Wanawati Raras</span><br style="color: purple;" /><span style="color: purple;"> - Pangeran Sendang Garuda</span></span></span><br />
<div style="color: purple;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">- Ratu Ayu<span style="background-color: white;"></span></span></span></div><span style="font-size: small;"><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br />
<span style="background-color: white;"><span style="color: purple;">Ratu Wanawati Raras</span> </span>menikah dengan <span style="background-color: purple;"><span style="background-color: white;"><span style="color: purple;">Pangeran Sendang Kemuning</span> </span></span>bin <span style="color: purple;">Pangeran Pasarean</span> <span style="color: purple;">(Pangeran Dipati Cirebon)</span>, dari pernikahan ini lahirlah para <span style="color: purple;">sultan Kasepuhan</span>, <span style="color: purple;">Kanoman</span> dan <span style="color: purple;">Kacirebonan</span>.<br />
Keturunan <span style="color: purple;">Fatahillah</span> dari <span style="color: purple;">Pangeran Sendang Garuda</span> sampai saat ini tidak jelas datanya.<br />
<span style="color: purple;">Ratu Ayu</span> putri ketiga <span style="background-color: white; color: purple;">Fatahillah</span> dari pernikahannya dengan <span style="color: purple;">Ratu Winahon</span> binti <span style="color: purple;">Sunan Gunung Jati</span> menikah dengan <span style="color: purple;">Tubagus Angke </span>yang menggantikan <span style="color: purple;">Fatahillah</span> sebagai Adipati Jayakarta/Jakarta.</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br />
3. Dari pernikahan <span style="color: #351c75;">Fatahillah</span> dengan <span style="color: #20124d;">Ratu Pembayun</span> binti <span style="color: #20124d;">Raden Fatah </span>( Janda <span style="color: #20124d;">Pangeran Jaya Kelana</span> bin <span style="color: #20124d;">Sunan Gunung Jati</span> ) melahirkan <span style="color: #20124d;">Kyai Mas Abdul Aziz/Tumenggung Nogowongso </span>menurunkan bangsawan Palembang yang bergelar <span style="color: #20124d;">Kemas</span> dan <span style="color: #20124d;">Kyai Bagus Abdul Rahman/Tumenggung Bodrowongso</span>, menurunkan bangsawan Palembang yang bergelar <span style="color: #20124d;">Ki Agus. </span><br />
<br />
</span><br style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;" /><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"> </span><br style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;" /><br style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;" /><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"> </span><br style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;" /><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"> </span><br style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;" /><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"> </span></span></div>Kyai Sendanghttp://www.blogger.com/profile/09907886331379127905noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-8611296264130327354.post-69856647264817997022012-02-12T01:33:00.005+07:002012-02-12T01:46:06.033+07:00HUKUM ISLAM SUMBER HUKUM PROGRESIF INDONESIA YANG TAK PERNAH KERING ( Bag.4 )<div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><a href="http://kajiannasab.blogspot.com/2012/02/hukum-islam-sumber-hukum-progresif_12.html"><i><span style="font-size: x-small;">sambungan dari bagian 3</span></i></a></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><b>D. Kesimpulan.</b><br />
Hukum Islam digali dari sumber utama Al-Qur’an dan Sunnah nabi Muhammad, yang bersifat tetap yang akan menjamin keaslian dan keutuhan nilai-nilai Islam sepanjang jaman. Sementara sumber-sumber hukum Islam lainnya seperti Ijma’, Qias, Istihsan, Istishab, Maslahah Mursalah, Dzaro’i dan Uruf, merupakan sumber-sumber hukum yang memiliki fleksibilitas yang tinggi dan progresif, sehingga memungkinkan hukum Islam untuk diberlakukan di mana saja, kapan saja, serta dalam berbagai situasi.</span><br />
<a name='more'></a><span style="font-size: x-small;"><br />
</span><br />
<span style="font-size: x-small;">Membangun hukum Nasional yang progresif dan ideal, merupakan pekerjaan besar yang memerlukan kerja keras yang melibatkan banyak pihak. Selain itu, pihak –pihak yang terlibat itu, haruslah memiliki niat dan kemauan yang sama, mengerahkan potensi bersama-sama, kemudian menyinergikannya. <br />
</span><br />
<span style="font-size: x-small;">Adapun pihak-pihak yang dimaksud, setidak-tidaknya adalah dari kalangan akademisi, praktisi, kalangan pemerintah, politisi, serta kelompok masyarakat yang memiliki perhatian ataupun kepedulian terhadap pembangunan hukum Nasional. <br />
<br />
Hukum Islam bukan saja dapat menjadi landasan pembangunan Hukum Nasional Progresif, lebih dari itu bahkan hukum Islam memiliki potensi yang terbesar, dibandingkan dengan sistem hukum lainnya.<br />
Hal ini karena hukum Islam bersifat universal sehingga menyentuh segala persoalan yang berkaitan dengan kehidupan manusia secara umum. Hukum Islam bersifat dinamis dan fleksibel, sehingga senantiasa dapat mengikuti perubahan dinamika masyarakat.<br />
</span><br />
<span style="font-size: x-small;">Hukum Islam yang bersumber dari ajaran agama yang dianut mayoritas bangsa Indonesia, dan sebagian telah terintegrasi dalam hukum Adat masyarakat Indonesia, sehingga memiliki potensi untuk ditaati secara suka rela /ikhlas, dan itu telah terbukti secara historis dan sosiologis.<br />
<br />
<b>Kemas Yustiar, SH</b></span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><a href="http://kajiannasab.blogspot.com/2012/02/hukum-islam-sumber-hukum-progresif_2039.html"><i><span style="font-size: x-small;">ke catatan kaki</span></i></a></div>Andi Setihttp://www.blogger.com/profile/14427122355068259965noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8611296264130327354.post-19540748812798016152012-02-12T01:29:00.002+07:002012-02-12T01:45:35.931+07:00HUKUM ISLAM SUMBER HUKUM PROGRESIF INDONESIA YANG TAK PERNAH KERING ( Bag.3 )<div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><a href="http://kajiannasab.blogspot.com/2012/02/hukum-islam-sumber-hukum-progresif_11.html"><i>sambungan dari bagian 2</i></a> </span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><b>1. Sumber-sumber Hukum Islam</b><br />
<u style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Kitab suci a-Al-Qur’an</u><br />
Sebagai sumber utama Hukum Islam, sepanjang tidak menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan perintah peribadatan umat Islam, sungguh berisi ajaran moralitas yang universal yang pasti dapat diterima oleh semua kalangan. Banyak sekali ajaran Al-Qur’an yang dapat dijadikan asas ataupun sumber hukum nasional progresif, seperti<br />
misalnya, perintah berlaku adil, bertindak jujur, menghargai sesama manusia, membantu yang lemah, tolong menolong untuk kebajikan, mentaati perintah pemimpin, tidak memaksakan kehendak, kebebasan dalam memeluk agama, dan lain sebagainya. Ajaran-ajaran seperti yang diperintahkan Al Qur’an tersebut di atas sudah barang tentu disetujui oleh masyarakat secara umum, dan tidak terbatas pada masyarakat yang beragama Islam saja.</span><br />
<a name='more'></a><span style="font-size: x-small;"><br />
<br />
<u style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Sunnah Nabi Muhammad</u> </span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Sebagai sumber Hukum Islam kedua setelah Al Qur’an, Sunnah nabi juga banyak mengandung ajaran-ajaran universal, yang dapat juga dijadikan acuan dalam menggali hukum nasional yang progresif. Ajaran mabi Muhammad ini, yang dijadikan Sunnah berdasarkan sifatnya ada tiga jenis, yaitu :</span></div><ol style="font-family: Verdana,sans-serif;"><li><span style="font-size: x-small;"><b>Qouliyah</b>, yaitu ajaran berupa sabda nabi baik berupa nasihat, perintah, maupun larangan .</span></li>
<li><span style="font-size: x-small;"><b>Fi’liyah</b>, yaitu ajaran beliau yang berupa perbuatan yang dapat diteladani.</span></li>
<li><span style="font-size: x-small;"><b>Takririyah</b>, yaitu perbuatan ataupun perkataan para sahabat yang diketahui Nabi, tapi tidak dilarang/ditegur oleh beliau (disetujui secara diam-diam).</span></li>
</ol><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Adapun ajaran nabi yang bersifat universal tersebut antara lain, larangan menghianati teman usaha, berbakti kepada orang tua, memuliakan tamu, larangan berbuat buruk kepada tetangga, menjaga kebersihan, memperhatikan lingkungan, menuntut ilmu, menyerahkan urusan pada ahlinya, mendamaikan orang yang berselisih, menghormati orang yang lebih tua, menyayangi dan membimbing orang yang lebih muda, membantu orrang yang kehabisan bekal dalam perjalanan, dan lain-lain.<br />
Kedua sumber hukum Islam yang utama ini (Al-Qur’an dan Sunnah nabi Mohammad), merupakan sumber hukum yang bersifat tetap dan tidak berubah sejak pertama kali diturunkannya, dan tidak seorangpun berhak merubahnya. Dengan demikian kedua sumber hukum utama ini menjamin keaslian dan keabadian nilai-nilai Islami yang terkandung di dalamnya.<br />
<br />
<u><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Ijma’</span></u><br />
Ijma’ adalah sumber hukum ketiga yang merupakan kesepakatan para ulama (para ahli hukum) dalam menetapkan hukum terhadap sesuatu, atau terhadap suatu peristiwa, yang hukumnya belum pernah ditetapkan secara tegas baik di dalam Al Qur’an, maupun dalam Sunnah Nabi. Dalam hal ini Islam memberi otoritas kepada para ahli hukum, untuk menetapkan hukum (ber-ijtihad) sepanjang tidak menyalahi prinsip-prinsip ajaran Al Qur’an dan Sunnah Nabi. <br />
Selain dari itu, Ijma’ harus lah dilakukan dengan memperhatikan tujuan Hukum Islam (Maqoshid al-syari’ah), yaitu mendatangkan kebaikan (jalbu al-masalih) serta mencegah keburukan (dar’ul mafasid). Dengan adanya sumber hukum Ijma’ ini, akan menjamin tidak ada masalah yang tidak terpecahkan. Ijma’ juga menjamin hukum tak pernah usang, karena bisa saja Ijma’ berupa tafsir baru terhadap hukum yang telak ada, kemudian direaktualisasikan sesuai kebutuhan masyarakat dan jaman. Kedudukan ulama di Indonesia adalah merupakan pemimpin non formal yang terkadang lebih dipatuhi oleh masyarakat, dibandingkan dengan pemimpin yang formal. Dengan demikian Ijma’ akan menciptakan hukum yang dinamis tanpa kehawatiran tertinggal oleh dinamika dalam pergaulan masyarakat.<br />
<br />
<u style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Qias</u><br />
Qias adalah sumber Hukum Islam yang tak kalah progresifnya dengan Ijma’ hanya saja kalau Ijma’ merupakan suatu kesepakatan, sedangkan Qias dapat dilakukan oleh seorang ahli hukum secara individual. <br />
Qias merupakan suatu metodologi penggalian hukum dengan menggunakan analogi. Contoh penggunaan Qias yang berkaitan dengan perintah agama Islam adalah membayar zakat fitrah dengan beras. Hukum aslinya membayar zakat fitrah yang dilakukan pada zaman nabi Muhammad dulu adalah dengan gandum yang merupakan makanan pokok bangsa Arab pada waktu itu. Setelah agama Islam tersebar di Indonesia, maka para Faqih menetapkan bahwa membayar zakat fitrah di Indonesia dengan beras, karena makanan pokok orang Indonesia beras (ketika itu orang dan Negara Indonesia belum ada, penulis hanya mengambil persamaan tempat saja). <br />
Dari keempat sumber hukum ini saja, nampaklah bahwa begitu progresifnya Hukum Islam, sehingga dapat senantiasa berkembang mengikuti jaman, namun tetap mengedepankan moral dan ketuhanan sebagai landasan dasar, sehingga sangat mungkin untuk dipergunakan sebagai sumber hukum progresif dan responsif, serta akan dapat memenuhi rasa keadilan yang dibutuhkan masyarakat dalam menghadapi kondisi globalisasi seperti saat ini.<br />
</span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Bahwa selanjutnya, sumber-sumber Hukum Islam tidaklah terbatas pada keempat sumber di atas, akan tetapi masih ada sumber-suber lainnya, yang kesemuanya itu semakin melengkapi kasanah Hukum Islam sebagai sumber hukum yang progresif.<br />
Imam <b>Malik bin Anas</b>, seorang Faqih terkemuka, pada jamannya (salah satu guru dari <b>Imam Syafi’i</b>) beliau termasuk seorang pelopor Mujtahid dari golongan sunni yang hidup di Madinah. Begitu besar pengaruh beliau dalam bidang ilmu Fiqih dan Usul Fiqih sehingga digelari: <b>Sayidu Al-Fukoha fi al- Hejazi </b>(Penghulu/pemimpin ahli hukum di Hejaz) <a href="http://kajiannasab.blogspot.com/2012/02/hukum-islam-sumber-hukum-progresif_2039.html">(5)</a><br />
Selain keempat sumber hukum tersebut, Imam Malik menggunakan sumber hukum lainnya, antara lain adalah : </span></div><blockquote class="tr_bq"><b><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">a. Istihsan</span><span style="font-size: x-small;"><br style="font-family: Verdana,sans-serif;" /></span><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">b. Istishhab</span><span style="font-size: x-small;"><br style="font-family: Verdana,sans-serif;" /></span><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">c. Maslahah Mursalah</span><span style="font-size: x-small;"><br style="font-family: Verdana,sans-serif;" /></span><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">d. Dzaro’I</span><span style="font-size: x-small;"><br style="font-family: Verdana,sans-serif;" /></span></b><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><b>e. ‘Uruf</b> </span><a href="http://kajiannasab.blogspot.com/2012/02/hukum-islam-sumber-hukum-progresif_2039.html">(6)</a></blockquote><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><br />
Adapun yang dimaksud dengan kaidah-kaidah tersebut adalah,<br />
<br />
Ad.a. <u><b>Istihsan</b></u> yaitu, mencari makna yang lebih baik, seperti misalnya: keharusan mengganti/bertanggung jawab terhadap kerusakan sesuatu bagi orang yang diserahi untuk mengurusi sesuatu.<br />
<br />
Ad.b. <u><b>Istishab</b></u> yaitu, melepaskan dari suatu hukum dengan meneruskan hukum yang telah ada, atau menyatakan masih berlakunya hukum yang telah ada.<br />
<br />
Ad.c. <u><b>Maslahah Mursalah</b></u> yaitu, suatu kemaslahatan/kebaikan yang tidak ditolak oleh Nabi dan tidak pernah dijelaskan secara tegas pula. <br />
<br />
Ad.d. <u><b>Dzaro’i</b></u> yaitu, bentuk jamak dari kata Dzari’ah, maksudnya jalan yang ditempuh untuk memperoleh sesuatu, misalnya: sholat Jum’at wajib hukumnya, maka perjalanannya juga dihitung wajib.<br />
<br />
Ad.e. <u><b>‘Uruf</b></u> yaitu, adat kebiasaan suatu kaum yang dijadikan hukum. Hal seperti ini tidak asing di Indonesia karena perjalanan waktu telah mengintegrasikan antara Hukum Adat dengan Hukum Islam. Prof. DR. H. Muchsin, SH. Menyatakan :<br />
<i> “Hal ini dapat dilihat beberapa wilayah adat di mana hukum adat dan hukum islam bersanding dengan harmonisnya. Al- adah Muhakkamah misalnya di Minangkabau dikenal adat bersendi syara’ dan syara’ bersendi Kitabullah” </i><a href="http://kajiannasab.blogspot.com/2012/02/hukum-islam-sumber-hukum-progresif_2039.html">(7)</a> <br />
<br />
Dari paparan mengenai sumber-sumber Hukum Islam sebagaimana di atas, jelaslah bahwa kaidah-kaidah tersebut merupakan kaidah penggalian yang rasional dan dapat diadopsi guna menggali bahan-bahan hukum nasional yang ideal, serta dapat memberikan kontribusi kepada masyarakat dalam menghadapi keterpurukan.<br />
<br />
<b>2. Mewujudkan Hukum Progresif Nasional.</b><br />
Membangun hukum Nasional yang progresif dan ideal, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, melainkan merupakan pekerjaan besar yang memerlukan kerja keras serta melibatkan banyak pihak. Selain itu, pihak –pihak yang terlibat itu, haruslah memiliki niat dan kemauan yang sama, mengerahkan potensi bersama-sama, kemudian menyinergikannya. </span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Adapun pihak-pihak yang dimaksud, setidak-tidaknya adalah dari kalangan akademisi, praktisi, kalangan pemerintah, politisi, serta kelompok masyarakat yang memiliki perhatian ataupun kepedulian terhadap pembangunan hukum Nasional. </span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Semua ini bukanlah hal mustahil, bilamana pihak pemerintah bersungguh-sungguh, kemudian mengkoordinasi dan memfasilitasi. Pekerjaan besar semacam ini setidak-tidaknya pernah dilakukan ketika merumuskan Kompilasi Hukum Islam (KHI), walaupun mungkin sekupnya lebih kecil, akan tetapi prinsipnya tidaklah berbeda. <br />
Pada waktu sebagaimana dijelaskan oleh Saekan dan Erniati Effendi dalam bukunya <b>Sejarah Penyusunan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia</b>, Ariloka, Surabaya 1997, dalam buku tersebut keduanya menjabarkan bahwa tim-tim yang terlibat, antara lain dari Mahkamah Agung yang diketuai oleh Prof. Bustanil Arifin, SH, selaku yang empunya gagasan, kemudian tim dari Departemen Agama, kalangan para pakar (termasuk Prof. Abdullah Kelib, SH), kalangan Perguruan tinggi (termasuk 6 IAIN yang ditugasi membahas 40 Kitab Kuning), juga kalangan ulama yang tiap-tiap Propinsi di Indonesia diwakili oleh 20 (dua puluh) orang ulama. Kemudian setelah dirumuskan bersama bahan-bahan hukum tersebut disyahkan oleh Majelis Ulama Indonesia, yang pada waktu itu diketuai oleh Prof. DR.H. Ibrahim Husein, dan direkomendasi pula oleh dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, yaitu Nahdatul Ulama (NU) yang pada waktu itu ketuanya Kiai Haji Ali Yafi’ dan Mohammadiyah yang pada waktu itu ketuanya Kiai Haji AR. Fahrudin, maka lahirlah Kompilasi Hukum Islam Indonesia. <br />
Apabila diamati nampaklah begitu banyak pihak yang terlibat, akan tetapi dengan niat yang sungguh-sungguh, terbukti bahwa kita mampu untuk melakukan sesuatu yang besar.<br />
Oleh karena itu, apabila kita bersedia mencontoh semangat serta kemauan dan kebersamaan para pihak yang telah berhasil merumuskan Kompilasi Hukum Islam, maka tidak mustahil akan tersusun <b>Hukum Progresif Nasional. </b><br />
<br />
<b>3. Hukum Islam Sebagai Alternatif Hukum Nasional Progresif</b><br />
<br />
Menjadikan hukum Islam sebagai sumber pembuatan hukum Nasional, bukanlah hal baru di Negeri ini, setidaknya itu terbaca pada beberapa materi beberapa peraturan perundang-undangan seperti, Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, Undang-undang nopmor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Undang-undang tentang pengelolaan Zakat, dan lain-lain. <br />
Selain itu, sejarah juga menunjukkan bahwa Pemerintah Penjajah Belandapun juga mengakui bahwa Hukum Islam merupakan bagian tak terpisahkan dengan masyarakat Hindia Belanda. Hal ini ditunjukkan dengan pembentukan pengadilan agama di wilayah Hindia Belanda, berdasarkan Staatsblad 1882 nomor 152 oleh pemerintah penjajah Belanda. <br />
Menurut Van Den Berg, <i>orang Islam Indonesia telah melakukan resepsi hukum Islam dalam keseluruhannya sebagai suatu kesatuan (receptio in complexu). </i><a href="http://kajiannasab.blogspot.com/2012/02/hukum-islam-sumber-hukum-progresif_2039.html">(8)</a> </span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Fakta lainnya juga menunjukkan, bahwa pasca keruntuhan kerajaan Majapahit, banyak tumbuh kerajaan-kerajaan Islam (Kesultanan) yang menguasai wilayah Nusantara, dan mereka mengatur wilayahnya dengan hukum Islam, sehingga hukum Islam bagi bangsa Indonesia, bukanlah barang asing lagi.<br />
Bahwa hukum Islam memiliki keunggulan-keunggulan, telah diakui oleh pakar di bidang ilmu hukum baik pakar yang berasal dari Indonesia, maupun dari manca Negara. Hal ini karena :<br />
</span></div><ol style="font-family: Verdana,sans-serif;"><li><span style="font-size: x-small;">Hukum Islam bersifat universal sehingga menyentuh segala persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kehidupan manusia secara umum.</span></li>
<li><span style="font-size: x-small;">Hukum Islam bersifat dinamis dan fleksibel, sehingga senantiasa dapat mengikuti perubahan dinamika masyarakat.</span></li>
<li><span style="font-size: x-small;">Hukum Islam bersumber dari ajaran agama yang dianut mayoritas bangsa Indonesia, dan sebagian telah terintegrasi dalam hukum Adat masyarakat Indonesia, sehingga memiliki potensi untuk ditaati secara suka rela /ikhlas.</span></li>
</ol><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><br />
<b>Prof. Abdullah Kelib, SH, menyatakan :</b><br />
<b>a.</b> Karakteristik hukum Islam yang universal dan fleksibel serta memiliki dinamika yang sangat tinggi, karena memiliki dua demensi, yaitu tsubut atau konsisten dan tatawwur atau tranformasi, yang memungkinkan hukum Islam selalu relevan dengan perubahan sosial dan temporal yang selalu terjadi.</span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><b>b.</b> Sebagai hukum yang bersumber dari agama, hukum Islam memiliki daya ikat yang kuat, tidak terbatas sebagai aturan yang berdemensi profan humanistik, tapi juga berdemensi transendental.</span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><b>c.</b> Hukum Islam didukung oleh mayoritas penduduk Indonesia, karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. <br />
<b>d.</b> Secara historis dan sosiologis, hukum Islam telah mengakar dalam praktik kehidupan hukum masyarakat (Maksun,1999) <a href="http://kajiannasab.blogspot.com/2012/02/hukum-islam-sumber-hukum-progresif_2039.html">(9)</a><br />
<br />
<b>Colonel Donald S. Rockwell</b>, seorang penyair, kritikus dan pengarang Amerika Serikat menyatakan:<br />
Ajaran Islam yang mengandung toleransi yang luas dan penuh terhadap lain-lain agama, adalah sebagai buah keluasan jangkauan pemikiran , yang amat berkesan kepada setiap orang yang menginginkan kebebasan. <a href="http://kajiannasab.blogspot.com/2012/02/hukum-islam-sumber-hukum-progresif_2039.html">(10)</a><br />
<br />
<b>Prof. Dr. Ir. Abdul Aziz Al-‘Arusi</b>, seorang dosen di Al-Khursanah, Mesir, menyatakan: <br />
Kebesaran dan kekuatan Islam itu timbul karena ia dibangun di atas akal serta hasil-hasil yang digali dari fakta-fakta nyata itu sendiri. <a href="http://kajiannasab.blogspot.com/2012/02/hukum-islam-sumber-hukum-progresif_2039.html">(11)</a><br />
<br />
Berdasarkan fakta-fakta yang telah penulis uraikan di atas, jelaslah bahwa hukum Islam memiliki potensi terbesar untuk dijadikan dasar, atau setidak-tidaknya dijadikan acuan dalam membangun Hukum Nasional Progresif di Indonesia.<br />
Hal ini karena hukum Islam memiliki keunggulan sifat yang langsung pada kebutuhan manusia akan hukum, memiliki nilai yang universal dan fleksibel, serta secara historis dan sosiologis telah memiliki ikatan yang kuat dengan penduduk Indonesia yang mayoritas merupakan pemeluk agama Islam.</span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"></span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><a href="http://kajiannasab.blogspot.com/2012/02/hukum-islam-sumber-hukum-progresif_8759.html"><i>bersambung ke bagian 4</i></a><br />
</span></div>Andi Setihttp://www.blogger.com/profile/14427122355068259965noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8611296264130327354.post-9864864322636582792012-02-11T23:59:00.003+07:002012-02-12T01:32:00.098+07:00HUKUM ISLAM SUMBER HUKUM PROGRESIF INDONESIA YANG TAK PERNAH KERING ( Catatan kaki )<span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><span class="MsoFootnoteReference"></span></span></span><br />
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;"><u><b><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference">Catatan kaki :</span></span></b></u></span></div><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: x-small;"><b style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">HUKUM ISLAM SUMBER HUKUM PROGRESIF INDONESIA YANG TAK PERNAH KERING</b></span> </span></span></span><br />
<ol><li><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><span class="MsoFootnoteReference"></span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: x-small;">Satjipto Rahardjo, MEMBEDAH HUKUM PROGRESIF , Penerbit buku Kompas, Jakarta, 2006, hal. 154</span></li>
<li style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;">Muchsin, Piagam Madinah, Filsafat Timur, Filosof Islam dan Pemikirannya, bp Iblam, 2004. hal. 34. </span></li>
<li style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;">Akhmad Khisni, Hukum dan Moralitas:Perspektif Hukum Islam, Jurnal Hukum Khaira Ummah, Volume 1, Program Magister Hukum S2, Ilmu Hukum, Unissula Semarang, hal. 101-102.</span></li>
<li style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;">Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, POKOK-POKOK PEGANGAN IMAM MAZHAB, PT. Pustaka Rizki Puta, Semarang, 1997, hal.262.</span></li>
<li style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;">Ibid, hal. 467.</span></li>
<li style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;">Ibid, hal. xii</span></li>
<li style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;">Muchsin, Kedudukan Hak Ulayat Dalam System Hukum Tanah Nasional, Varia Peradilan 245, Ikahi, April 2006, hal. 35.</span></li>
<li style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;">Ahmad Gunawan,BS.Mu’ammar Ramadhan, MENGGAGAS HUKUM PROGRESIF INDONESIA, Pustaka Pelajar, IAIN Walisongo dan Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, Juni 2006, hal. 158.</span></li>
<li style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;">Ibid, hal. 256.</span></li>
<li style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;">H. Bey Arifin, KAMI PILIH ISLAM, Pustaka Progressif, Surabaya, 1979, hal. 107.</span></li>
<li><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Abdul Aziz Al-,Arusi, MENUJU ISLAM YANG BENAR, Dina Utama Semarang, 1994, Hal. 45</span></span><br />
</span></li>
</ol>Kyai Sendanghttp://www.blogger.com/profile/09907886331379127905noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8611296264130327354.post-74039332602825620032012-02-11T23:54:00.007+07:002012-02-12T01:44:49.600+07:00HUKUM ISLAM SUMBER HUKUM PROGRESIF INDONESIA YANG TAK PERNAH KERING ( Bag. 2 )<div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><a href="http://kajiannasab.blogspot.com/2012/02/hukum-islam-sumber-hukum-progresif.html"><i><span style="font-size: x-small;">sambungan dari bagian 1</span></i></a><br />
<span style="font-size: x-small;"><b> </b></span><br />
<span style="font-size: x-small;"><b>B. Permasalahan</b></span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;"><br />
</span></div><ol style="font-family: Verdana,sans-serif;"><li><span style="font-size: x-small;">Dari mana hukum Islam digali ( apakah sumber-sumber hukum Islam) ?</span></li>
<li><span style="font-size: x-small;">Bagaimana membangun/ mewujudkan Hukum Nasional Progresif ?</span><span style="font-size: x-small;"> </span></li>
<li><span style="font-size: x-small;">Dapatkah hukum Islam menjadi alternatif dalam membangun Hukum Nasional Progresif ?</span></li>
</ol><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;"></span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b><span style="font-size: x-small;">C. Pembahasan Masalah</span></b></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Progresif, adalah kata yang berasal dari bahasa asing (Inggris) yang asal katanya adalah progress, yang artinya maju. Progressive adalah kata sifat, jadi sesuatu yang bersifat maju. Hukum Progresif berarti hukum yang bersifat maju. Dalam teori ilmu hukum, istilah Hukum Progresif tidak dikenal. Belakangan ini seorang pakar ilmu hukum terkemuka, yakni Prof. DR. Satjipto Rahardjo, SH, merasa prihatin dengan rendahnya kontribusi ilmu hukum dalam mencerahkan bangsa Indonesia, dalam mengatasi krisis, termasuk krisis dalam bidang hukum itu sendiri. Untuk itu beliau melontarkan suatu pemecahan masalah, dengan gagasan tentang <b>Hukum Progresif.</b></span><br />
<a name='more'></a><span style="font-size: x-small;"> </span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Adapun pengertian Hukum Progresif itu sendiri yaitu <b>mengubah secara cepat, melakukan pembalikan yang mendasar dalam teori dan praksis hukum, serta melakukan berbagai terobosan. Pembebasan tersebut didasarkan pada prinsip bahwa : <i>“ Hukum adalah untuk manusia dan bukan sebaliknya…dan hukum itu tidak ada untuk dirinya sendiri, melainkan untuk sesuatu yang lebih luas yaitu…untuk harga diri manusia, kebahagiaan, kesejahteraan, dan kemuliaan manusia”</i></b> <a href="http://kajiannasab.blogspot.com/2012/02/hukum-islam-sumber-hukum-progresif_2039.html">(1) </a></span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Pengertian sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, SH, tersebut berarti, Hukum Progresif adalah serangkaian tindakan yang radikal, dengan mengubah sistem hukum (termasuk merubah peraturan-peraturan hukum bila perlu) agar hukum lebih berguna, terutama dalam mengangkat harga diri serta menjamin kebahagiaan dan kesejahteraan manusia.</span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"> </span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Berangkat dari gagasan ini, penulis mencoba menyampaikan sumbangan pemikiran untuk menuju pada Hukum progresif, dengan menggalinya dari sumber-sumber hukum yang telah ada dan terbukti telah dipergunakan selama berabad-abad oleh masyarakat kita, akan tetapi belum pernah digali dan dikembangkan secara optimal, dalam rangka membangun hukum nasional yang progresif. Sumber-sumber hukum tersebut adalah yang berasal dari hukum Islam.</span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"> Sebagaimana telah diuraikan di atas, hukum Islam memiliki sumber-sumber hukum yang progresif serta sangat memadahi. Selain hal itu, Hukum Islam telah teruji mampu menjawab setiap persoalan yang timbul dalam pergaulan masyarakat.</span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Sebagaimana telah diketahui, Hukum Islam lahir bersamaan dengan lahirnya agama Islam yang di bawa oleh nabi Muhammad, SAW. </span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Pada saat itu, permasalahan-permasalahan yang ada masih sangat </span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">sederhana apabila dibandingkan dengan saat ini. Selain dari kesederhanaan masyarakatnya, pada waktu itu Islam masih dipimpin langsung oleh pembawanya (Nabi Muhammad, SAW) sehingga setiap persoalan dapat ditanyakan langsung serta mendapat pemecahannya dari beliau. Permasalahan baru berkembang setelah nabi Muhammad dan umat Islam hijrah ke Yatsrib (Madinah), karena di daerah yang baru ini nabi Muhammad dihadapkan dengan kondisi masyarakat yang majemuk, dimana ada yang memeluk agama Nasrani, Yahudi disamping masyarakat Islam sendiri. Untuk hal tersebut upaya awal yang dilakukan Nabi Muhammad sebagaimana dikatakan oleh Prof. DR. H. Muchsin, SH dalam bukunya yang berjudul <i>Piagam Madinah, Filsafat Timur, Filosof Islam dan pemikirannya</i>, adalah membuat perjanjian, dengan masyarakat Yatsrib yang majemuk itu. Perjanjian yang dibuat oleh Nabi Muhammad tersebut, belakangan kita kenal sebagai Piagam Madinah, yaitu sebuah Piagam yang secara historis telah diakui sebagai konstitusi tertua di Dunia. Konstitusi adalah hukum dasar bagi masyarakat yang berbangsa dan bernegara, oleh karena itu dapatlah diperhatikan betapa progresifnya Piagam Madinah tersebut yang sebagian menyatakan sebagai berikut : </span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><b><span style="font-size: x-small;">………………………</span></b></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><b><span style="font-size: x-small;">4. Semua orang mempunyai kedudukan yang sama sebagai anggota masyarakat, wajib saling membantu dan tidak boleh seorangpun diperlakukan secara buruk (pasal 16). Bahwa orang yang lemah harus dilindungi dan dibantu (pasal 11).</span></b></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><b><span style="font-size: x-small;"><br />
</span></b></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><b><span style="font-size: x-small;">5. Semua warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama (pasal 24, 36, 37, 38, 44).</span></b></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><b><span style="font-size: x-small;"><br />
</span></b></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><b><span style="font-size: x-small;">6. Setiap warga negara mempunyai kedudukan yang .samadi hadapan hukum (Pasal 34, 40, 46).</span></b></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><b><span style="font-size: x-small;">……………………….</span></b></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><b><span style="font-size: x-small;"><br />
</span></b></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><b><span style="font-size: x-small;">8. Hukum harus ditegakkan, siapapun tidak boleh melindungi kejahatan apalagi berpihak pada orang yang melakukan kejahatan. Demi tegaknya kebenaran dan keadilan, siapapun pelaku kejahatan harus dihukum tanpa pandang bulu (pasal 13, 22, dan 43). </span></b></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><b><span style="font-size: x-small;"><br />
</span></b></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><b><span style="font-size: x-small;">9. Perdamaian adalah tujuan utama, namun dalam mengusahakan perdamaian tidak boleh mengorbankan keadilan dan kebenaran. </span></b><a href="http://kajiannasab.blogspot.com/2012/02/hukum-islam-sumber-hukum-progresif_2039.html"><span style="font-size: x-small;">(2)</span></a></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Kutipan beberapa pasal dari Piagam Madinah tersebut cukup menjelaskan bahwa Hukum Islam dapat diterapkan pada masyarakat yang tidak hanya terdiri dari umat Islam saja, melainkan juga terhadap masyarakat pemeluk agama lain, sebagaimana masyarakat Yatsrib yang di dalamnya terdapat masyarakat pemeluk agama Nasrani dan juga pemeluk agama Yahudi, yang keseluruhan masyarakat tersebut memiliki berkedudukan sama di hadapan hukum. </span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Peraturan perundang-undangan di Indonesia, cukup banyak yang mengadopsi dari Hukum Islam dan itu ternyata telah berlaku sekian lama tanpa masalah. Ini membuktikan bahwa selain hal-hal yang berkaitan dengan syariat yang menyangkut ritual peribadatan, Hukum Islam bersifat universal dan dapat diterima oleh kalangan non Islam. Peraturan tersebut antara lain adalah apa yang termuat dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, tentang Perkawinan yang mengatur tentang, poligami, waktu tunggu bagi janda, alasan-alasan untuk mengajukan perceraian dan lain-lain.</span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Adapun mengenai hal-hal baru yang belum ada aturannya, hukum Islam dapat menetapkannya sesuai dengan tujuan hukum Islam itu sendiri, sebagaimana diuraikan oleh H. Akhmad Khisni, SH, MH, adalah :</span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><i>“Mengkaji tujuan hukum (maqoshid al-syari’ah) yang menurut ulama ahli hukum, bahwa tujuan hukum islam adalah “jalbu al-mashalih” (mendatangkan kebaikan). Adapun pendapat ulama ahli hukum islam yang lain, bahwa tujuan hukum islam adalah “dar’ul mafasid” (menolak kerusakan /hal yang negatif) dan pendapat ahli hukum yang ketiga ini menggabungkan dua pendapat di atas…”</i> <a href="http://kajiannasab.blogspot.com/2012/02/hukum-islam-sumber-hukum-progresif_2039.html">(3)</a> </span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"> </span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Sesuai dengan tujuan hukum Islam yakni mendatangkan kebaikan dan menolak/mencegah yang negatif, maka sesungguhnya kedua hal tersebut merupakan prinsip dasar yang bersifat universal, dan sudah barang tentu dapat diterima oleh siapa saja dan di mana saja. Hal ini karena hal tersebut mewakili hati nurani manusia, sebagai makhluk ciptahan Tuhan yang paling sempurna. Hati nurani inilah yang membedakan manusia dengan ciptaan Tuhan/makhluk hidup lainnya, yang hanya dibekali naluri untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. </span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Sebagaimana telah disebutkan di atas hukum Islam memiliki sumber hukum, yaitu kitab suci Al-Qur’an sebagai sumber utama, kemudian Sunnah Rosul, Ijma, dan Qias. Mengenai sumber-sumber hukum yang lainnya, para ahli Hukum Islam (baca: Fuqoha) berbeda pendapat antara satu dengan lainnya. </span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Imam Syafi’I , yang mazhabnya banyak dianut di Indonesia, menolak Istihsan. Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy menyatakan :</span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><i>“Sesungguhnya Asy-Syafi’I tidak menerangkan dengan tegas apa yang ditolaknya. Ia hanya menerangkan dalil-dalil yang dipegangnya, yaitu: al-Kitab, al-Sunnah, al-Ijma’, al-Qias dan fatwa sahabat. Selainnya dipandang istihsan yang harus ditolak.”</i> <a href="http://kajiannasab.blogspot.com/2012/02/hukum-islam-sumber-hukum-progresif_2039.html">(4)</a></span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Di sini Imam Syafi’i, mengutamakan empat sumber tersebut, sedangkan sunber-sumber lainnya yang tidak bersangkutan dengan keempat sumber tersebut dianggap Istihsan dan itu ditolak oleh beliau. </span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Menggali hukum dengan mempergunakan keempat sumber tersebut dengan memperhatikan maqoshid al-syariah, sudah sangat memadai untuk mendapatkan solusi terhadap persoalan hukum yang dibutuhkan masyarakat.</span><br />
<br />
<span style="font-size: x-small;"><a href="http://kajiannasab.blogspot.com/2012/02/hukum-islam-sumber-hukum-progresif_12.html">bersambung ke bagian 3</a> </span></div>Kyai Sendanghttp://www.blogger.com/profile/09907886331379127905noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8611296264130327354.post-52230957545190704902012-02-11T23:02:00.002+07:002012-02-12T01:47:28.164+07:00HUKUM ISLAM SUMBER HUKUM PROGRESIF INDONESIA YANG TAK PERNAH KERING ( Bag.1 )<div style="text-align: justify;"><div style="text-align: justify;"><b><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">A. Pendahuluan</span></b><br />
<br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Indonesia adalah sebuah negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam, serta merupakan sebuah negara di dunia yang memiliki penduduk beragama Islam terbesar. Hukum Islam bagi rakyat Indonesia, bukanlah merupakan hal yang asing, melainkan begitu familier dan telah terintegrasi dengan budaya masyarakatnya setempat, sejak berabad-abad yang lalu. Hal ini dapat diketahui dari tata cara mereka, berdoa, menyelenggarakan pernikahan, berkhitan, memperlakukan jenazah, membagi warisan dan lain-lain, pendeknya hampir pada setiap aspek kehidupan mereka.</span><br />
<a name='more'></a><br />
<br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Oleh karena Hukum Islam begitu berpengaruh dalam setiap kehidupan masyarakat Indonesia, maka kedudukannya begitu setrategis untuk dijadikan acuan guna mempengaruhi perilaku masyarakat, baik dalam segi sosial, budaya, ekonomi serta pergaulan sehari-hari. Sebagai aturan yang bersumber utama dari ajaran agama (baca:syariat) Hukum Islam sangat dipatuhi, dan melaksanakannya bagi masyarakat bernilai sebagai ibadah.</span><br />
<br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"> Hukum Islam, dengan sumber utamanya Al-Quran dan sunah Rosul adalah merupakan sumber hukum yang bersifat tetap/statis, akan tetapi memberi ruang tafsir yang dapat menyesuaikan dengan ruang dan waktu dan merujuk pada sumber hukum lainnya yakni Ijma’ (kesepakatan para ulama dalam menghukumi sesuatu) dan Qias (penetapan hukum dengan menganalogikan sesuatu dengan sesatu yang telah ada hukumnya) , maka aplikasinya dalam hukum keseharian menjadi begitu dinamis.</span><br />
<br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Ijma’ dan Qias sebagai sumber hukum yang ketiga dan keempat setelah Al-Quran dan sunah Rosul, menjadikan Hukum Islam mampu beradaptasi dengan ruang dan waktu, sehingga dapat dipergunakan untuk menghukumi kapan saja dan di mana saja, tanpa kehawatiran menjadi usang dan ketinggalan jaman.</span><br />
<br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Hal ini belum termasuk sumber-sumber hukum lainnya seperti Uruf (adat istiadat), Istihsan, Istishab. Maslahah mursalah, dll, yang kesemua itu memungkinkan Hukum Islam menjadi sumber hukum Progresif Indonesia Yang tak pernah Kering</span>.<br />
<br />
<a href="http://kajiannasab.blogspot.com/2012/02/hukum-islam-sumber-hukum-progresif_11.html"><span style="font-size: x-small;"><i>bersambung ke bagian 2</i></span></a> </div></div>Kyai Sendanghttp://www.blogger.com/profile/09907886331379127905noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8611296264130327354.post-47006004565616488182012-02-10T22:45:00.001+07:002012-02-10T22:48:41.266+07:00Tradisi peringatan maulud Nabi Mohammad, SAW<div style="text-align: justify;"><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Setiap memasuki bulan Robiul Awal, umat islam di seluruh Dunia melaksanakan tradisi peringatan maulud Nabi Mohammad, SAW, dengan berbagai cara. Ada yang dengan melaksanakan pengajian umum, di keraton Yogya dan Solo melaksanakan tradisi Grebeg Mulud yang dirangkai dengan pasar malam selama 1 bulan penuh. Di Indonesia di Masjid-Masjid baik di Kota maupun pelosok Desa dan kampong-kampung banyak yang memperingati hari kelahiran Nabi Mohammad ini dengan pembacaan “Maulud” (pembacaan kitab Barzanji dan Diba’) biasanya juga dengan diselingi Tausiah/Nasihat oleh Mubaliq atau Ustadz/Kyai.</span><br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Terlepas dari pro dan kontra, pembacaan “Maulud” ini hanyalah sebuah tradisi, bukan ritual ibadah seperti anggapan sebagian umat yang tidak setuju dengannya. Meskipun ini tidak pernah dilakukan Nabi, para sahabat, Tabiin dan Tabiut Tabiin, namun itu tidak masalah, karena ini hanyalah tradisi pembacaan riwayat Nabi, perjalanan dakwah dan perjuangannya. Hal ini tidak berbeda dengan kita membaca buku-buku Sirah Nabi Mohammad, SAW bedanya kalau membaca buku Sirah kita harus membaca sendiri, sedangkan pembacaan “Maulud” kita dibacakan atau bersama-sama membaca, sedangkan bahasanya adalah bahasa pilihan yang indah, sehingga tak jarang pesertanya banyak yang menangis haru karena merasa sukur atas nikmat Alloh, SWT dengan diutusnya Nabi Mohammad, SAW. Selain daripada itu, dalam pembacaan “Maulud” ini, banyak sekali dibacakan sholawat di dalamnya sehingga ini secara tidak langsung mengajak kita mengamalkan perintah Alloh, SWT dalam al-Qur’an, Surat al-Ahzab : 56 yang artinya :<b>” Sesungguhnya Alloh dan para Malaikat-Nya bersholawat kepada Nabi, wahai orang-orang beriman sampaikanlah sholawat dan salam kepadanya”.<a name='more'></a></b></span><br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Tradisi pembacaan “Maulud” adalah tradisi positif yang dapat dijadikan benteng bagi generasi muda islam dalam menghadapi tradisi-tradisi barat yang buruk seperti, pesta muda-mudi, merayakan tahun baru Masehi dengan hura-hura, bahkan tradisi “Valentin Day” yang sangat bertentangan dengan akidah islam. Adapun mengajak melestarikan hal yang baik itu mendapat apresiasi dari nabi dalam sebuah haditsnya yang berbunyi : dari Abu Amr ibn Jarir ibn Abdullah, RA, Nabi, SAW, bersabda : <b>“Barang siapa membuat contoh yang baik dalam islam ia mendapat pahala dan mendapat pula pahala orang yang melaksanakannya tanpa mengurangi pahala orang tersebut sedikitpun, dan barang siapa membuat contoh buruk dalam islam, ia mendapat dosa dan dosa orang yang melaksanakannya, tanpa mengurangi dosa orang tersebut sedikitpun” </b>(HR. Muslim dalam Riyadhus Sholihin hal. 88-89 ).</span><br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Di dalam al-Qur’an Surat Hud : 120, Alloh,SWT berfirman yang artinya : <b>“Dan semua kisah dari rosul adalah kisah-kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu (Muhammad)”</b> nah ! kalau Nabi yang begitu tegar dan dikagumi ketabahannya oleh musuh-musuh islam sekalipun masih perlu diteguhkan hatinya dengan membaca kisah-kisah rosul, mengapa kita yang dhoif ini tidak boleh meneguhkan hati dengan mengikuti kisah junjungan kita Nabi akhir jaman.</span><br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Akhirnya, lepas yang setuju atau tidak dengan tradisi pembacaan “Maulud” marilah kita tetap menjaga persatuan dan ukhuwah kita, janganlah perbedaan pendapat ini menjadikan perpecahan di antara umat islam, ingatlah perpecahan itu yang dikehendaki oleh musuh-musuh islam, semoga Alloh, SWT merahmati kita semua. </span></div></div>Kyai Sendanghttp://www.blogger.com/profile/09907886331379127905noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8611296264130327354.post-83049652951830644102012-01-28T23:46:00.007+07:002012-03-03T15:12:47.678+07:00Leluhur para Wali<div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">Jarang orang mengetahui bahwa leluhur para wali di Nusantara (baca:Asia Tenggara & Timur Jauh) ternyata orang yang sama, dengan kata lain para wali di Nusantara ternyata berasal dari seorang yang sama yakni Sayyid Maulana Jumadil Kubro yang nama aslinya adalah Sayiyid Jamaludin Husein al-akbar. Disebut sebagai leluhur para wali, karena hampir semua wali (termasuk Walisongo) masih keturunannya, atau setidak-tidaknya masih keluarganya baik keturunannya langsung (ittrah), keturunannya tidak langsung (dzuriat) atau berhubungan semenda seperti menantu, cucu menantu, dsb. Beliau adalah ulama besar yang dilahirkan di Malabar, India, putra dari Gubernur malabar yaitu Sayyid Ahmad Syah Jalal bin Amir Abdullah Azmatkhan, bin Abdul Malik Azmatkhan (cikal bakal marga Azmatkhan dari kalangan alawiyyin ). Selama hayatnya, beliau sempat 5 kali menikah, namun tetap sesuai dengan syariat di mana maksimal seorang pria hanya boleh menikahi 4 wanita, sedangkan isterinya yang kelima dinikahinya saat salah seorang dari keempat isterinya meninggal dunia. Dari ke 5 orang isterinya ini telah lahir tokoh-tokoh ulama besar dan para wali serta penguasa di kepulauan Nusantara.<br />
Ketika beliau masih di Malabar (wilayah kekuasaan kesultanan Delhi, India) sebelum merantau ke Nusantara (Asia Tenggara ) menikahi putri Nizam al-Mulk, dari pernikahan ini lahirlah putranya yang bertama, yakni Maulana Malik Ibrahim, atau yang lebih dikenal dengan nama kakek Bantal, salah seorang dari Walisongo pendahulu Sunan Ampel (sesepuh para wali yang menjadi Arsitek berdirinya kesultanan Demak), kemudian pada tahun 1350 M beliau menikahi putri Linang Cahaya, dari pernikahan ini lahirlah Syarifah Siti Aisyah yang setelah dinikahi oleh Sayyid Kholikhul Idris ( Adipati Jepara ) melahirkan putra Muhammad Yunus, yang kelak mempunyai anak Patiunus yang menjadi Sultan ke 2 Demak, pengganti Raden Fatah. Setelah pernikahan kedua selang 5 tahun beliau menikah lagi dengan putri Rahmawati binti Sultan Zaenal Abidin, Sultan Pattani, dan dari pernikahan ini lahirlah Maulana Ibrahim Hadromi/Ibrahim al-Ghozi yang dalam cerita babad sering disebut Ibrahim Asmorokandi. Sebutan Asmorokandi ini berasal dari kata Assamarkandi, karena sebelum ke Nusantara, Ibrahim Hadromi ini datang dari daerah Samarkand yang pada saat ini termasuk wilayah negara Usbeckistan, pecahan dari Uni Soviet. Dari Ibrahim Asmoro setidaknya ada 3 orang putranya yang menjadi Wali dan juga menurunkan para wali. Putranya yang pertama adalah Maulana Ishak yang nantinya mempunyai anak Maulana Ainul Yaqin yang lebih dikenal dengan julukan Sunan Giri, pendiri Giri Kedaton, di daerah Kecamatan Kebomas, Gresik. Adapun putra Ibrahim yang kedua adalah Fadhol Ali Murtadlo, Ayah dari Sunan Ngudung, kakek dari Maulana Ja'far Sidiq yang digelari Sunan Kudus, karena wilayah dakwahnya di kota Kudus dan sekitarnya. Sedangkan putra Ibrahim Asmoro yang ketiga adalah Maulana Rahmatulloh atau Raden Rahmat alias Sunan Ampel, ayah dari Sunan Bonang, Sunan Drajad dan Sunan Lamongan.<br />
Jamaluden Husein (Sheikh Jumadil Kubro) pada tahun 1390 menikah dengan Putri Sahirah dari kelantan, dari pernikahannya ini beroleh anak yang bernama Maulana Ali Nurul Alam. Dari putranya ini lahirlah cucu beliau yang bernama Abdullah Umdatuddin, Sultan Champa ( menurut sebagian riwayat Sultan Mesir ) yang menurunkan tokoh-tokoh ulama dan raja-raja Nusantara, antara lain Syarif Hidayatullah yang lebih dikenal dengan Sunan Gunung Jati (anggota Walosongo serta pendiri kesultanan Cirebon dan Banten) juga Putri Anarawati/Dwarawati, salah seorang isteri dari Brawijaya V yang melahirkan Raden Fatah, pendiri kesultanan Demak Bintoro yang juga menurunkan penguasa-penguasa di Jawa seperti, Kesultanan Pajang, Mataram yang berkembang menjadi 4 kerajaan, dua di Surakarta yakni Kesunanan Paku Buwono dan Kadipaten Mangkunegaran, serta dua lagi di Yogyakarta yang masih memiliki kekuasaan politis hingga saat ini, yakni Kesultanan Yogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman.<br />
Yang terakhir Jamaludin Husein juga menikahi Putri Jauhari dari kesultanan Johor, dari pernikahan ini melahirkan dua putra yaitu Maulana Barokat Zainul Alam yang menurunkan Fatahillah (Tubagus Pasai) bapak pendiri kota Jakarta ibu kota Indonesia dan Mohammad Kebungsuan, seorang wali yang berdakwah di Mindanau Filiphina.</div>Kyai Sendanghttp://www.blogger.com/profile/09907886331379127905noreply@blogger.com0